Ke Cristo Rei Dulu, Ke Brasil Kemudian

Sabtu, April 30, 2016 Add Comment
cristo-rei-jesus-dili

CRISTO REI adalah salah satu sisa 'penjajahan' Indonesia yang masih dan akan terus berdiri megah di Timor Leste.

Patung ini dibikin seniman Bandung, Mochammad Syailillah dan kemudian diresmikan Presiden Soeharto pada 1996. Loh, kok saya bisa tahu? Ya googling sama tanya-tanya di sini dong.. hehe..

Waktu saya tanya sama orang sini, ternyata meski patung ini bikinan orang Indonesia, mereka sama sekali tak mempermasalahkan. Bahkan setiap Sabtu-Minggu selalu saja ramai orang beribadah dan rekreasi di sekitar patung ini.

Terlebih, saat Hari Raya Paskah. Empat belas relief perjalanan Yesus disiksa dan disalib di sepanjang pinggir tangga menuju puncak Bukit Fatucama, menjadi bahan perenungan. Yang membuat saya takjub saat mengunjungi Cristo Rei, tentu saja adalah pemandangannya yang sungguh indah.

Di puncak bukit, kota Dili terlihat indah. Belum lagi, pasir putih di bawah teluk Fatucama sangat bersih. Kalo menurut saya, patung ini sangat mirip dengan Patung Kristus Raja yang ada di Rio de Janeiro, di Brasil.

Jadi, kalo belum kesampaian ke negerinya Ronaldinho dan Neymar, ya sudah terbayar dengan main ke sini. Hehehe. Hanya ketinggiannya saja kok yang beda 10 meter. Selain itu, masih ada perbedaan yang mencolok. Jika di Brasil, di bawah patung Cristus ada banyak cewek berbikini berjemur, di Dili pantainya masih sepi. Hehehe..

Menurut sejarahnya, saat pemberkatan patung oleh Uskup Ximenes Belo. Patung Kristus Raja ini menjadi simbol bagi warga untuk menggantungkan harapan akan kedamaian, kesejahteraan, dan kehidupan yang lebih baik di Tanah Lorosae.

Sekeping Indonesia di Masjid Kampung Alor Dili

Sabtu, April 30, 2016 Add Comment
masjid-annur-dili
 MENGUNJUNGI Kampung Alor di Dili, Timor Leste, mengingatkan saya pada beberapa teman saat SMP. Di era 90an, memang banyak anak Timor yang dikirim nyantri di Jawa Barat.

Meski muslim adalah minoritas di Dili, tapi di kampung Alor ini geliat keislaman sangat kental terasa. Saya lihat di Masjid An-Nur ini ada sebuah madrasah dan rumah tahfidz.

Pengaruh Indonesia dan Jawa juga sangat kental di sini. Itu kentara dari bahasa yang digunakan saat khutbah jumat di Masjid An-Nur tetap menggunakan bahasa Indonesia. Padahal khatib yang berkhutbah jumat kemarin menggunakan nama Portugis.

 Sebuah prasasti di pintu Masjid mencatat, masjid bersejarah ini diresmikan oleh Pangdam Udayana Brigjen Dading Kalbuadi pada 1981. Sebuah pengaruh Indonesia yang tak mungkin dihapus.

Indonesia Negara Penjajah

Kamis, April 28, 2016 Add Comment
bandara-timor-leste

SESAAT usai mendarat di Bandara Presidente Nicolau Lobato, saya berbincang suntuk dengan seorang sopir yang menjadi pemandu di Dili. Bahasa Indonesianya fasih, maklum dia anak angkatan 80an.

Dia bercerita, bandara satu-satunya di Dili ini juga, dibangun oleh Indonesia pada 1970an. "Orang-orang seumuran saya yang pernah merasakan dijajah Indonesia, pasti fasih Bahasa Indonesia," ujar dia.

Apaa?! Sepertinya kuping saya ngga salah denger. Indonesia, negara yang suka dicaci-maki rakyatnya itu, disebut pernah menjajah. Dalam hati, berarti hebat juga negara gue punya prestasi pernah menjajah kayak negara-negara Eropa.

Seorang sopir yang lain, mengaku punya istri orang Semarang. Katanya, dia punya mimpi untuk tinggal menenetap di kota asal istrinya itu, sementara dia akan tetap mempertahankan kewarganegaraan Timor supaya bisa berbisnis mengimpor barang dari Jawa untuk dijual di sini. Cerita-cerita sopir di Dili ini kok rasanya seperti mirip ya...? Mirip sama yang dirasakan orang Jakarta juga. Hehehe.

Rayuan di Taman Bunga

Minggu, April 10, 2016 Add Comment
taman-bunga-nusantara

KOTA yang ideal itu adalah kota yang di setiap sudutnya terdapat taman yang dibangun sebagai ruang publik.

Tapi jangan taman dibangun dengan menggusur, menindas, dan melukai. Di taman, sejoli pun bisa melepas bualan dan rayuan. Seperti pagi itu, di sebuah taman yang dirancang mirip halaman Istana Kerajaan Inggris, seorang pria merayu pasangannya.

"Sayang, tak satu pun bunga di taman ini ingin kupetik, dan kuhadiahkan untukmu," ujar Si Lelaki. Perempuan berkerudung itu menimpali. "Loh, kenapa? Aku sangat suka bunga. Ayolah, petik satu untukku, sebagai bukti cintamu padaku."

"Mana mungkin aku memetik bunga untukmu? Sedang kamu lebih indah dari bunga manapun," ujar Si Lelaki sambil memilin kumisnya yang tipis. Perempuan berkerudung itu hanya tersipu. Dia tahu, itu hanya rayuan ala roman picisan. Tapi setidaknya masih terdengar lebih indah daripada "rayuan pulau palsu" ala Pak Gubernur DKI Jakarta.