|
Keliling Dieng enaknya naik motor. Alagi motor pinjeman... |
Mengunjungi Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah, ada banyak pilihan tempat wisata. Tak cukup satu hari untuk menjelajahi semuanya. Dieng itu seperti tak habis-habis untuk diekplorasi. Selalu saja ada yang baru untuk dijelajahi. Semuanya membuat kami tersepona, eh terpesona. Hahaha... Jayus.😅
Namun jika waktu Anda terbatas dan tak mau berlama-lama, setidaknya ada lima tempat yang menurut saya bisa Anda kunjungi di Dieng. Setidaknya ini bisa Anda jadikan patokan, buat yang baru pertama kali berkunjung ke Dieng.
Sebagai catatan, untuk lebih menghemat waktu, sebaiknya Anda naik motor. Tapi bagi Anda yang membawa mobil pribadi tak masalah. Hanya saja, mungkin Anda akan agak sedikit lambat karena lalu lintas Dieng itu mirip dengan Puncak di Bogor, atau di Ciwidey, Jawa Barat. Menanjak dan sering macet.
Berikut ini, lima tempat di Dieng yang kami sambangi. Bak permata, tempat-tempat wisata itu akan semakin dipulas, maka akan semakin berkilau. Untuk empat tempat pertama, kami hanya menghabiskan waktu tak lebih dari empat jam, dari jam enam hingga jam 10.
1. Kawah Sikidang
|
Idris ngiler pengen sauna di Kawah Sikidang. |
Kawah Sikidang adalah tempat pertama yang kami datangi. Ini karena petunjuk jalan menuju tempat ini begitu mudah ditemukan. Sebetulnya ada banyak kawah di Dataran Tinggi Dieng, tapi tak semuanya aman untuk dikunjungi. Kawah-kawah itu bahkan ada yang mengeluarkan gas beracun. Salah satu yang aman adalah Kawah Sikidang.
Kawah Sikidang ini adalah kawah gunung berapi aktif yang mendidih bergejolak setiap saat. Ukuran kawahnya tak besar, hanya seukuran empang sekira 100 meter persegi.
Di kawah ini, pengunjung bisa puas berfoto. Ada banyak spot berfoto yang dikelola secara sporadis. Jadinya, spot foto itu bukan memperindah malah membuat kawasan sekitar kawah agak kumuh dan berantakan. Yang membuat miris saya, adanya lapak spot selfie yang menyediakan burung hantu untuk teman foto pengunjung. Saya tak tega melihat burung hantu yang ngantuk, karena mereka makhluk nokturnal yang butuh tidur di siang hari, malah dipaksa kerja.
di Kawah ini, pengunjung bisa membeli telur rebus di Kawah. Entah, apa bedanya telur di rebus dengan biasa dibanding dengan yang direbus air kawah mengandung belerang? Kalo ada yang tahu khasiatnya telur rebus kawah ini, silakan komen..
|
Greget banget. Rebus telor di kompor udah mainstream. Ini mah rebus telor di kawah bau belerang.. |
Melihat aktifnya kawah Sikidang, seharusnya ada pemandian air panas di sekitar situ. Sayangnya hingga keluar kawasan itu, saya tidak menemukannya. Padahal kalo ada pemandian air panas, mungkin tempat ini lebih seru.
2. Telaga Warna
|
Pose ala-ala anak band di Telaga Warna yang mengering. Rafieq, Idris, Shahibah, dan saya. |
Konon, warna air di telaga ini bisa berubah-ubah kuning, biru, dan hijau. Saat kami ke sana air telaga hanya tampak warna hijau. Kenapa bisa berubah warna, karena air telaga ini mengandung sulfur. Fenomena alam ini mirip dengan yang ada di Segara Anak di Gunung Rinjani.
Tak ada waktu untuk menunggui telaga itu berubah-ubah warna, karena perubahan warnanya tidak setiap lima menit. Lebih baik jalan kaki berkeliling telaga ini. Jalan setapakanya rapih dan bersih. Toilet juga tersedia cukup bersih.
Karena air telaga sedikit mengering, kami berempat saya, Shahibah, Idris, dan Rafieq bisa berfoto hingga ke tengah. Hasil fotonya keren, tak perlu spot foto selfie seperti di Kawah Sikidang sebelumnya. Aktivitas orang yang ke sini kebanyakan hanya berfoto di pinggir telaga, lalu gelar tiker dan buka bekal.
3. Batu Ratapan Angin
|
Telaga Warna lebih indah dari atas sini. Seandainya datang ke sini lebih pagi, pasti lebih indah... Hiks, akhirnya hanya bisa meratap bersama angin di Batu Ratapan Angin. |
Pemandangan Telaga Warna bisa dilihat dari atas bukit. Nama tempatnya Batu Ratapan Angin.
Sayangnya, pengelola dua tempat itu berbeda. Jadi, jika ingin ke Batu Ratapan Angin harus keluar dulu dari Telaga Warna.
Kalo naik motor, Anda hanya perlu ngegas menanjak sekira 2km dari pintu masuk Telaga Warna. Parkirkan motor dekat Museum Dieng Plaeteu, lalu berjalan ke celah sempit perbukitan. Di sana loket pengunjung diminta bayaran.
Setelah loket, terus naik ke puncak bukit. Dari titik puncak itulah kita akan melihat pemandangan Dieng dengan semua sudutnya. Telaga Warna, dan satu lagi Telaga Pengilon persis berada di bawah titik pandang bukit Batu Ratapan angin itu.
Waktu kami di sana, antrean untuk berfoto di puncak bukit lumayan banyak. Harus cukup sabar menunggu orang berfoto dengan berganti-ganti gaya.
Karena saya tak mau bete menunggu, saya pun mengambil peran menjadi juru foto dadakan di sana. Saya arahkan orang-orang yang berfoto biar mereka cepat selesai. Seorang cewek sempat ngambek, karena dia ga puas difotoin. Hahaha...😂
4. Candi Arjuna
|
Susah banget mau dapa foto bagus, karena rame terus. |
Kami datang ke kawasan kompleks Candi Arjuna ketika matahari sudah hampir setinggi galah. Karena Dieng berada di ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut (mdpl), jadinya cuaca panas pun tak terasa. Rasanya masih dingin seperti pagi, bahkan tengah hari itu kami masih pakai jaket.
Pada posisi ketinggian seperti itu, matahari lebih dekat. Jadinya lebih panas dan membakar kulit. Tapi karena suhu rendah, panas itu tak terasa. Saat itu kami tak memakai tabir surya, akibatnya terasa saat kami sudah balik. Bibir pecah-pecah dan kulit wajah terasa terbakar. Parah dah...
Mengenai Candi Arjuna sendiri, adalah kawasan bersejarah dan ikonik di Dieng. Setiap Agustus, kawasan ini menjadi magnet karena jadi tempat digelarnya Dieng Cultural Festival (DCF). Ketika kami ke sana, DCF sudah selesai digelar. Dan memang sengaja kami melewatkannya karena saat pelaksanaan DCF, kawasan Dieng super macet.
Peninggalan peradaban Hindu ini, meski berdekatan dengan tiga lokasi sebelumnya, tidak termasuk ke Kabupaten Wonosobo melainkan Kabupaten Banjarnegara. Ya memang Dataran Tinggi Dieng sendiri ada dalam tiga kabupaten, yakni Wonosobo, Banjarnegara, dan Batang.
|
Arjuna menemukan cinta di Candi Arjuna. |
Seperti umumnya candi-candi di Dieng, masyarakat memberikan nama tokoh pewayangan Mahabarata sebagai nama candi. Jadi, di kompleks ini juga terdapat Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra.
Namun yang paling terkenal Candi Arjuna, terletak paling utara dari deretan percandian di kompleks tersebut. Sementara Candi Semar adalah candi perwara atau pelengkap dari Candi Arjuna. Kedua bangunan candi ini saling berhadapan.
Meski Anda bukan turis yang serius mengulik sejarah dan antropologi, di kawasan Candi Arjuna ini sebetulnya banyak bisa dieksplorasi. Tapi kebanyakan turis ke sini buat ambil foto, terus baca keterangan sejarah sedikit, dan jajan di warung.
5. Gunung Prau
Mengenai Gunung Prau, mari kita bahas di
postingan berikutnya ya...
|
Sunrise moment di Gunung Prau. Selalu bikin kangen pengen ke sana lagi. |