Ke Aceh, Tak Lengkap Tanpa Menyantap Ayam Tangkap

Sabtu, Maret 10, 2018 Add Comment
Ayam tangkap, nasi dan beberapa jenis sambel. Maknyusss...
Di Banda Aceh sendiri, ayam tangkap bukanlah makanan yang gampang ditemui. Tidak setiap warung makan punya menu unik ini. Beda hal dengan kopi dan mie. Hampir semua kedai, selalu menyediakan dua menu khas itu.

Jika di Aceh saja terbilang langka, apalagi di luar daerah. Karena itu, saat kunjung ke Banda Aceh, saya minta seorang kawan lama menuntun kami ke tempat makan ayam tangkap.

Saat saya memasang status whatsapp bahwa sedang di Banda Aceh, Eva, seorang kawan lama mengajak bertemu. Terakhir ketemu, waktu dia menikah di Bekasi. Dia bekerja di PKBI dan menikah dengan orang Aceh, hingga akhirnya beranak pinak di sana.

"Ayok ketemu, gw traktir ayam tangkap deh.." Ujar Eva.

"Wah, serius nih?" balas saya kegirangan.

Siang itu, kami pun bertemu. Saya ajak Shahibah dan adeknya, Alia. Sekedar disclaimer, saya bawa dua orang lainnya bukan karena aji mumpung karena mau ditraktir loh. Saya berharap itu cuma basa-basi Eva sebagai tuan rumah, jadinya ya meski bawa dua orang saya akan bayar acara makan siang kami nanti.

Eva mengajak kita bertemu di Warung Hasan 3, di Jalan Prof Hasyimi. 

Kami bertiga datang dengan taksi online, sementara Eva naik sepeda motor. Saat kami datang, suasana sudah tak begitu ramai. Jam makan siang sudah lewat, hanya sisa satu meja yang dipakai sekelompok karyawan sebuah kantor swasta. Mereka pun sudah hendak menutup acara makan-makan dengan foto selfie bareng di meja makan.

Menurut Eva, Warung Hasan terbilang sangat laris dan hanya buka pagi hingga jelang petang, saat hidangan di dapur mereka habis. Pantesan malam sebelumnya, kami coba cari Warung Hasan ini sudah tutup. Waktu itu kami sempat ditipu tukang becak motor yang berjanji mengajak kami ke warung makan ayam tangkap. Dia sudah tahu warungnya tutup, tapi tetap mengajak kami berkeliling. Setelah berkeliling dan tak membuahkan hasil, dia baru menjelaskan bahwa Warung Hasan sudah tutup sejak sore. Untuk informasi basi itu dia meminta bayaran karena telah mengajak kami muter-muter ga jelas. Parah...🙈

Sambil menunggu Eva memesan, saya berkeliling restoran melihat suasana. Di belakang Warung Hasan terdapat sungai yang terbilang besar. Angin sepoi bertiup dari sana. Berdesir, bikin ngantuk...

Ohya, cara makan di Warung Hasan ini mirip dengan di restoran padang Sederhana. Semua jenis hidangan di sajikan di atas meja. Kita tinggal comot, lalu bayar yang dimakan. Kecuali ayam tangkap yang digoreng dadakan anget-anget (tahu bulat keleesss 😓), semua hidangan sudah tersedia sebelumnya. Sambal yang disajikan ada beberapa jenis.

Sasaran utama kami tentu saja ayam tangkap, bukan yang lainnya. Sementara minuman kami pilih jus timun yang segar. Paduan yang selalu sempurna untuk makanan khas Aceh yang berkari.

Ini bukan ayam tangkap pertama yang saya cicipi, sebelumnya waktu saya ke Meulaboh pernah mencicipi hidangan ini di Rumah Makan Aceh Rayeuk. Memang ayam tangkap bikin ketagihan. Selama di Meulaboh itu saya hampir tiap hari makan ayam tangkap sebagai lauk. Apalagi saat itu ditraktir oleh Astra, untuk pengerjaan sebuah proyek penulisan.

Menyantap ayam tangkap sudah jadi bagian dari budaya masyarakat Aceh. Sebetulnya, ayam ini adalah ayam goreng biasa. Cara menggorengnya juga tidaklah sulit. Cukup diberi bumbu agar gurih seperti bawang putih, lada, kemiri, garam, dan jahe. Setelah dibumbui, ayam lalu digoreng sekitar 5–10 menit.
Daun yang ikut digoreng itu krispi banget. Kulit ayam KFC mah lewat cuy... 
Saat ayam berada dalam minyak, segenggam dedaunan ikut digoreng bersamaan. sehingga rasa rempah dedaunan turut meresap ke dalam daging ayam. Daun yang digunakan, di antaranya daun kari, potongan daun pandan, dan salam koja. Dedaunan itu pula yang kemudian menutupi sajian ayam tangkap pada setangkup piring. Daun-daun itu sungguh gurih, rasanya endess banget. Kulit ayam crispy ayam KFC lewat cuyyyy... 😋

Konon, dedaunan yang digoreng bersamaan ayam tangkap hanya tumbuh di Aceh. Jadi, kalo mau membuat ayam tangkap harus mengimpornya dari "Tanah Rencong".

Saya dan Shahibah makan begitu lahap. Alia yang memiliki darah Aceh dari bapaknya, ternyata baru mencicipi ayam tangkap. Dia pun sangat suka.

Siang itu, dua piring ayam tangkap ludes kami santap. Selain menjadi lauk menemani nasi, beberapa potong kami gado bersama daun-daunnya.

Saat kami lahap makan itulah Eva melipir ke kasir. Dia membereskan tagihan makan siang kami berempat.

"Sudah dibayar ibu itu pak," ujar kasir menunjuk Eva, ketika saya merogoh kantong. Ternyata dia memang serius menraktir kami. Ajakan dia, bukan cuma basa-basi belaka.

Makan siang yang enak, ditraktir pula. Jadinya saya cuma bisa bilang makasih. Terima kasih Eva, sering-sering ya... hahahaha 😂😁

Eva dan Shahibah berpose di depan Warung Hasan sebelum kami berpisah.