Mengenang Cibungur yang Dulu

Rabu, Maret 25, 2015 Add Comment


CIBUNGUR yang saya kenal adalah kawasan hutan jati. Tentu itu dulu, dulu sekali. Sebelum pohon jati dibabat menjadi kawasan industri dan dibangun untuk jalan tol Cipularang dan tol Cikampek-Cirebon. Setiap hendak kunjung ke rumah nenek, di Purwakarta saat lebaran, Cibungur selalu jadi tempat persinggahan kami.

Stasiun Cibungur Purwakarta
Keponakan saya Kaffah bermain di rel mati.
Di pinggiran hutan Cibungur ada beberapa warung lotek dan karedok yang enak. Salah satunya ada di dekat Stasiun Cibungur. Selain lotek dan karedok, kuliner yang juga terkenal adalah sate maranggi dan es kelapa.

Karena lingkungan hutan jati yang teduh, dahulu Cibungur pun menjadi kawasan ekonomi yang ramai. Barisan warung oleh-oleh, warung makan dan restoran banyak berdiri di sepanjang pinggir jalan. Tapi sejak jalan tol Cipularang beroperasi, kegiatan ekonomi di Cibungur seakan meredup.

Hanya satu warung sate maranggi tersisa yang hingga kini masih laku, sementara restoran dan warung lainnya gulung tikar. Jika warung dan restoran lain gulung tikar, sebaliknya warung milik Bu Yeti itu malah makin berkibar.

Tol Cipularang yang bagi restoran lain menjadi bencana, justru buat warung Bu Yeti ini menjadi berkah. Warungnya yang dulu pada 1990an hanya di emperan rumah, kini sudah sangat besar dilengkapi tempat parkir yang lapang.

Ini yang membuat saya penasaran. Selain karena rasa sate maranggi yang enak, tentu saja ada kerja keras lain yang membuat warung itu beda. Rasa penasaran di benak saya itu belum terjawab, karena saat makan di warung itu pekan lalu saya tak berhasil menemui Bu Yeti.

Saya hanya memandangi foto-foto beliau bersama para orang ternama dalam barisan pigura yang dipasang di samping warungnya. Dari situ saya tahu, kenapa warung ini terkenal. Salah satu penggemar sate marangi Cibungur itu adalah Shahibah.

Jika kunjung ke rumah orang tua saya di Cikampek, pasti kami menyempatkan diri makan di sana. Satu lagi yang sangat suka jalan-jalan ke Cibungur adalah keponakan kami, Kaffah.

Dia sih bukan penyuka sate maranggi, tapi sangat suka dengan suasana stasiun. Sebagai penggemar berat hal-hal berbau kereta, Kaffah begitu riang selama di stasiun kecil ini. Dia pun senang berlari di atas lintasan rel bak Thomas The Tank Engine, kereta yang bisa berbicara dan teman-temannya di Pulau Sodor. Tut tuutt...